Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Uncategorized

Komisi VII DPR minta Kemenhut kaji izin wisata Taman Nasional Komodo

96
×

Komisi VII DPR minta Kemenhut kaji izin wisata Taman Nasional Komodo

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Jakarta, 05/8  – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI yang juga Ketua Umum KBPP Polri  Dr. Evita Nursanty, M.Sc meminta Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengkaji ulang pemberian Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA) di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) yang dinilai tidak sejalan dengan prinsip konservasi, pembangunan pariwisata berkelanjutan, serta berpotensi merugikan masyarakat lokal.

Dia menilai bahwa perlu ada dukungan infrastruktur pariwisata, terutama di destinasi super prioritas seperti Labuan Bajo dan sekitarnya. Namun, jika pembangunan resort dan infrastruktur dilakukan secara masif di Pulau Padar, Pulau Rinca, dan pulau-pulau lain di dalam kawasan TNK, maka hal itu harus dihentikan apabila bertentangan dengan semangat konservasi.

Example 300x600

“Apalagi hal ini berpotensi merusak Outstanding Universal Value (OUV) TNK sebagaimana yang telah diingatkan oleh UNESCO. Bila ingin membangun, sebaiknya dilakukan di luar kawasan taman nasional,” kata Evita di Jakarta, Rabu.

Dia menyampaikan hal itu karena ada protes dari masyarakat adat, organisasi masyarakat sipil, DPRD setempat, dan berbagai pihak lainnya terhadap rencana pembangunan resort dengan 619 fasilitas wisata oleh PT Kencana Watu Lestari (PT KWT) di Pulau Padar, serta oleh perusahaan-perusahaan lain yang beroperasi di dalam kawasan TNK. PT KWT disebut memiliki konsesi selama 55 tahun di kawasan tersebut.

Menurut dia, permintaan untuk mengkaji ulang izin-izin tersebut termasuk, perubahan zonasi sejak tahun 2012, adalah hal yang sangat wajar. Jika perubahan zonasi tersebut terbukti mengganggu habitat komodo, maka sudah seharusnya dikembalikan ke zonasi sebelumnya, yakni dari zona pemanfaatan menjadi zona inti atau zona rimba.

Artinya, kata dua, tidak boleh ada pembangunan resort atau fasilitas wisata dalam kawasan taman nasional, dan seluruh aktivitas semestinya diarahkan ke luar kawasan.

Menurut dia, komodo adalah satwa liar yang bergerak bebas tanpa mengenal batas zonasi. Jika pembangunan dilakukan secara masif di dalam kawasan, maka ruang hidup komodo akan semakin terdesak karena peningkatan aktivitas manusia.

“Oleh karena itu, penataan ruang harus dilakukan secara cermat dan tidak boleh sembarangan diubah-ubah. Kita mendengar bahwa UNESCO sangat prihatin terhadap perubahan zonasi tahun 2012 tersebut,” katanya.

Dia menegaskan bahwa TNK yang juga merupakan situs Warisan Dunia UNESCO harus mendapatkan perhatian khusus. Untuk itu, status taman nasional tersebut tidak bisa disamakan dengan taman nasional lain.

“Setiap proyek pembangunan harus dinilai secara menyeluruh dengan pendekatan analisis dampak dalam konteks situs warisan dunia,” katanya.

Dia juga mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dalam Pasal 33, menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengubah keutuhan zona inti taman nasional. Sementara dalam Pasal 35 disebutkan bahwa pemerintah berwenang menghentikan pemanfaatan dan bahkan menutup taman nasional jika dibutuhkan.

“Kita juga mendorong adanya partisipasi yang lebih besar dari masyarakat adat dan lokal dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi seluruh aktivitas yang berkaitan dengan taman nasional. UU Nomor 5 Tahun 1990 menegaskan bahwa konservasi adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Sayangnya, masyarakat justru seringkali tidak dilibatkan,” kata Evita.

Untuk itu, dia mendorong adanya audit independen terhadap seluruh proyek pariwisata yang sedang berjalan di TNK. Ia menekankan bahwa setiap proyek harus sejalan dengan standar perlindungan situs warisan dunia UNESCO.

“Sekali lagi, saya minta agar suara UNESCO benar-benar diperhatikan. Jangan sampai status warisan dunia Komodo ini dicabut karena aktivitas bisnis yang mengancam kelestarian komodo serta nilai alam dan budaya kawasan ini,” kata dia. (sumber: swarabhayangkara)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *