JAKARTA,- Hadiri Diseminasi Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI yang membahas Tata Ruang dan Undang-Undang Cipta Kerja di Gedung Nusantara V, DPR/MPR RI di Senayan, Senin (14/07/2025), Hendrik Lewerissa yang menjabat Gubernur Maluku meminta, jangan semua kewenangan di tarik ke pusat.
” Kalau daerah gagal untuk menyelesaikan RT/RW, itu ditarik ke pusat. Sebenarnya, legal di sini tidak benar. Kan itu evaluasi terhadap kinerja pemerintah daerah yang sering kali lambat. Tetapi, apakah kewenangan itu ditarik ke pusat merupakan solusi? Saya turut juga mengetok itu, Pak. Kalau Saya mengkritisi itu, kan sesuatu yang paradox juga. Saya membuatnya, terus Saya mengkritisinya. Tapi kemudian, dengan berjalannya waktu dan setelah Saya menjadi kepala daerah, Saya merasa mestinya waktu itu bukan solusi. Itu bukan solusi ditarik ke pusat. Tetapi pemerintah daerah harus diberi pendampingan oleh pemerintah pusat,” pinta Gubernur, sembari menjelaskan memori saat pembahasan dan penetapan UU Cipta Kerja di DPR RI saat dirinya masih jabat Anggota DPR RI 2019-2024 dan mengungkapkan tentang ijin-ijin tentang Perikanan yang ditarik ke pusat dan daerah tidak bisa menarik retribusi.
Pentingnya pendampingan dari pemerintah pusat terkait Kewenangan-Kewenangan yang ditarik ke pusat, menurut Gubernur, sehingga produk RT/RW itu bisa diselesaikan sesuai ekspektasi waktu yang dikehendaki secara ideal oleh pemerintah pusat. Kalau semua itu ditarik ke pusat, ini semakin banyak daftar panjang.
” Saya ini kebetulan di tiga jaman. Jaman orde baru, Saya mengenal betul yang namanya sistem sentralisasi, semuanya pusat. Bahkan jaman pemilu itu, orang-orang di kampung itu harus melaksanakan semua perintah pusat. Masuk jaman reformasi, perlahan-lahan ini ditarik ke pusat. Kalau bicara jujur, Pak, kami sebenarnya dalam hati kami, kami protes. Jangan semua kewenangan itu ditarik ke pusat. Saya berterima kasih, rekomendasi-rekomendasi DPD yang disampaikan kepada pemerintah belakangan ini sudah didengar oleh Pemerintah pusat. Saya bisa merasakan suasana batin DPD juga,” ujarnya.
Gubernur mengungkapkan, ini forum yang membuat kami pemerintah daerah penting sekali. Apalagi isu yang diutarakan terkait dengan rencana tata ruang wilayah, sesuatu yang selama ini juga menjadi berdebatan antara pemerintah kabupaten kota dan provinsi secara internal maupun relasi dengan pemerintah pusat.
Khusus untuk Maluku, sebut Gubernur, perlu saya informasikan bahwa sebenarnya RT/RW ini merupakan korevisi terhadap RT/RW tahun 2013. Dan kita sekarang dalam fase menunggu Perda nya. Beberapa hari ke depan, kami berharap Perda nya sudah bisa disahkan dan menjadi RT/RW revisi terhadap RT/RW tahun 2013.
” Kami setuju sekali, Pak. Setuju dengan catatan dari DPD RI bahwa sesungguhnya harmonisasi regulasi antara regulasi daerah dan regulasi pusat tidak hanya terkait RT/RW, tapi apa saja bidang yang diatur oleh daerah, mestinya harus harmonis,” tuturnya.
Sementara itu, penguatan peran daerah dalam penataan ruang merupakan kebutuhan strategis, bukan sekadar urusan administrasi. Karena itu, diperlukan regulasi yang harmonis antara pusat dan daerah sebagai landasan pembangunan yang memiliki kepastian hukum dan menjamin keadilan spasial.
Hal ini disampaikan Ketua DPD RI, Sultan B. Najamudin, saat membuka Diseminasi BULD DPD RI mengenai Keputusan DPD RI Nomor 53/DPD RI/V/2020-2021 tentang Hasil Pemantauan dan Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Implemetasi Undang-Undang nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Daerah Terkait Kebijakan Daerah Mengenai Tata Ruang Wilayah.
Lebih lanjut Sultan menjelaskan, regulasi terkait penataan ruang menjadi tulang punggung keberhasilan agenda pembangunan, namun dengan diusungnya UU Cipta Kerja perlu didukung semangat pengawasan agar tidak menciptakan konflik antara penyelenggara negara, pelaku usaha dan masyarakat.
“Saya percaya dengan kolaborasi multipihak yang berkelanjutan, kita akan mampu menciptakan tata ruang yang bukan hanya tertata di atas kertas, tetapi juga adil, berpihak pada rakyat, dan menopang masa depan Indonesia,” ungkapnya.
Di kesempatan yang sama, Ketua BULD DPD RI, Stefanus Ban Liow menyampaikan, pihaknya mendorong pemerintah untuk segera merealisasikan kebijakan satu peta agar tidak ada regulasi antar kementerian yang tumpang tindih. Selain itu juga mendorong percepatan penataan ruang melalui pengintegrasian tata ruang darat dan laut.
“Untuk mewujudkan hal itu dibutuhkan pemahaman bersama akan pentingnya harmonisasi legislasi pusat-daerah,” ujarnya.
Stefanus menambahkan BULD memberikan penguatan agar legislasi pusat dan daerah berjalan harmonis dengan cara menyusun perda yang sesuai dengan regulasi yang ditetapkan oleh pusat, dan sebaliknya peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum perda mengakomodir kepentingan daerah.
“Pemantauan dan evaluasi perda dan ranperda yang dilakukan oleh BULD DPD RI lebih dilakukan secara holistik atas persoalan yang dihadapi daerah, namun eskalasinya berpotensi menjadi permasalahan nasional,” jelasnya.
Diterangkan lebih lanjut oleh Anna Latuconsina, Anggota BULD DPD RI yang juga Senator daerah pemilihan Maluku, hari ini BULD melakukan satu kegiatan yang sangat penting, yaitu bagaimana menata regulasi antara pusat dan daerah sehingga tidak terjadi hal-hal yang kontradiktif yang merugikan daerah.
Anna menuturkan, jadi DPD ini, mengatur semua kepentingan daerah, mengagregasi kepentingan daerah di tingkat pusat salah satunya kegiatan hari ini. Kita tahu bersama bahwa banyak sekali RT/RW kita di daerah itu tidak sesuai dengan peraturan di pusat maupun sebaliknya.
” Jadi kita berharap mudah-mudahan dengan pertemuan hari ini DPD selaku perwakilan daerah mengundang semua lembaga terkait, pemangku kebijakan tingkat pusat dan tingkat daerah dalam hal ini Gubernur, Wali Kota, Bupati. Untuk sama-sama, mari kita berembuk apa saja aturan-aturan ataupun regulasi di tingkat pusat, Undang-Undang maupun Perda ini bisa sinkron. Ya, terutama menyangkut RT/RW yang ada di daerah. Jadi intinya adalah bagaimana DPD bisa menjembatani kepentingan daerah sehingga daerah menjadi lebih baik dengan segala aturan yang dibuat,” tuturnya.
Disinggung terkait Undang-Undang Cipta Kerja, Anna mengungkapkan, untuk pressure Undang-Undang Cipta Kerja kemarin itu, kan dibuatnya juga sangat mendadak, sangat mendadak sekali. Diputuskan oleh DPR pada jaman Pak Jokowi. Sehingga tentunya, ada banyak hal yang merudikan daerah.
” Nah, sekarang kita mencoba untuk mengevaluasi kembali hal-hal apa yang ada dengan Undang-Undang Cipta Kerja di berbagai bidang yang tidak merugikan daerah,” sebutnya. (ulin)